Apa itu Gonore?

https://www.bangfad.com/untan-membangun-ekosistem-digital-menuju-cyber-university.html

Definisi
Gonore mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.

Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut dimasukkan dalam kelompok Neisseria, sebagai Neisseria gonorrhoeae. Selain spesies itu, terdapat 3 spesies lain, yaitu N. meningitidis, dan 2 lainnya yang bersifat komensal N. catarrhalis serta N. pharyngis sicca. Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.

Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 u, panjang 1,6 u, dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat negatif-Gram, tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39°C, dan tidak tahan zat desinfektan.
Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.

Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.
Galur N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) merupakan galur gonokokus yang mampu menghasilkan enzim penisilinase atau beta-laktamase yang dapat merusak penisilin menjadi senyawa inaktif, sehingga sukar diobati dengan penisilin dan derivatnya, walaupun dengan peninggian dosis. Pertama kali ditemukan pada pertengahan tahun 1970-an dan dengan cepat meluas ke berbagai negara di dunia. Di Afrika Barat dan Timor Jauh, terapat pertama kali ditemukannya, tetap merupakan endemik, dan didapatkan pada lebih sepertiga isolat. Survei di Filipina melaporkan sebanyak 30 – 40% isolat merupakan NGPP, dan terutama ditemukan pada pekerja seks komersial. Di Indonesia mulai dilaporkan pada tahun 1980 di Jakarta. Di kota-kota besar Indonesia, NGPP terdapat sebanyak 40 – 60%, sedangkan di kota-kota kecil sampai saat ini belum diperoleh data mengenai hal itu.

Gambaran Klinik
Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya berkisar antara 2 – 5 hari, kadang-kadang lebih lama. Pada wanita masa tunas sulit untuk ditentukan karena pada umumnya asimtomatik.
Tempat masuk kuman pada pria di uretra menimbulkan uretritis. Yang paling sering adalah uretritis anterior akuta dan dapat menjalar ke proksimal, dan mengakibatkan komplikasi lokal, asendens serta diseminata. Keluhan subjektif berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria, polaki-suria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah, dapat pula disertai nyeri pada waktu ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum kemerahan, edema, dan ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita, penyakit akut maupun kronik, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan objektif. Pada umumnya wanita datang berobat kalau sudah ada komplikasi. Sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana.
Infeksi pada wanita, pada mulanya hanya mengenai serviks uteri. Dapat asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

Komplikasi
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genitalia. Komplikasi lokal pada pria bisa berupa tisonitis ( radang kelenjar Tyson), parauretritis, littritis (radang kelenjar Littre), dan cowperitis (radang kelenjar Cowper). Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke atas (asendens), sehingga terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang dapat menimbulkan infertilitas. Infeksi dari uretra pars posterior, dapat mengenai trigonum kandung kemih menimbulkan trigonitis, yang memberi gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuria.
Pada wanita, infeksi pada serviks (servisitis gonore) dapat menim¬bulkan komplikasi salpingitis, ataupun penyakit radang panggul (PRP). PRP yang simtomatik ataupun asimtomatik dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Selain itu bila infeksi mengenai uretra dapat terjadi parauretritis, sedangkan pada kelenjar Bartholin akan menyebabkan terjadinya bartolinitis.

Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis, miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis.
Kelainan yang timbul akibat hubungan kelamin selain cara genito-genital, pada pria dan wanita dapat berupa infeksi nongenital, yaitu orofaringitis, proktitis, dan konjungtivitis.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan pembantu yang terdiri atas beberapa tahapan.

A. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pengecatan Gram akan ditemukan gonokok negatif-Gram, intraselular dan ekstraselular. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin dan endoserviks.
Pemeriksaan Gram dari duh uretra pada pria memiliki sensitivitas tinggi (90-95%) dan spesifisitas 95-99%. Sedangkan dari endoserviks, sensitivitasnya hanya 45-65%, dengan spesifisitas 90-99%. Pemerik¬saan ini direkomendasikan untuk dilakukan di klinik luar rumah sakit/praktek pribadi, klinik dengan fasilitas laboratorium terbatas, maupun untuk rumah sakit dengan fasilitas laboratorium lengkap.

B. Kultur (biakan)
Untuk identifikasi perlu dilakukan kultur (pembiakan). Dua macam media yang dapat digunakan ialah media transpor dan media pertumbuhan.
Contoh media transpor :

  • Media Stuart: hanya untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada media pertumbuhan.
  • Media Transgrow: selektif dan nutritif untuk N. gonorrhoeae dan N. meningitidis, dalam perjalanan dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan media transpor dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu ditanam pada media pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media Thayer-martin dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.
Contoh media pertumbuhan :

  • Media Thayer-Martin: selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman positif-Gram, kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-Gram, dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.
  • Modifikasi Thayer-Martin: isinya ditambah dengan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman Proteus spp.
  • Agar coklat McLeod: dapat ditumbuhi kuman lain selain gonokok.
Tes definitif
1. Tes oksidasi
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetramelil-p-fenilen-diamin hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni gonokok ter-sangka. Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.

C. Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengan¬dung chromogenic cephalosporin. Apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase, akan menyebabkan perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah.

D. Tes Thomson
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada waktu itu ialah pengobatan setempat. Pada tes ini ada syarat yang perlu diperhatikan :

  • Sebaiknya dilakukan setelah bagun pagi
  • Urin dibagi dalam dua gelas
  • Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II.

Pengobatan
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan sesedikit mungkin efek toksiknya. Jalur penatalaksanaan tergantung pada fasilitas diagnostik yang ada (lihat lampiran 1,2,3). Pemilihan rejimen pengobatan sebaiknya mempertimbangkan pula tempat infeksi, resistensi galur N. gonorrhoeas terhadap antimikrobial, dan kemung-kinan infeksi Chlamydia trachomatis yang terjadi bersamaan. Oleh karena seringkali terjadi koinfeksi dengan C. Trachomatis, maka pada seorang dengan gonore dianjurkan pula untuk diberi pengobatan secara bersamaan dengan rejimen yang sesuai untuk C. trachomatis (lampiran 4).

Banyak antibiotika yang aman dan efektif untuk mengobati gonore, membasmi N. gonorrhoeae, menghentikan rantai penularan, mengurangi gejala, dan mengurangi kemungkinan terjadinya gejala sisa. Pada awal tahun 1960-an sampai tahun 1970-an pilihan utama ialah penisilin + probenesid, kecuali di daerah yang tinggi insidens Neisseria gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP). Secara epidemiologis pengobatan yyang dianjurkan adalah obat dengan dosis tunggal. Macam-macam obat yang dapat dipakai antara lain ialah :

Penisilin
Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 3 – 4,8 juta unit + 1 gram probenesid. Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis. Kontraindikasinya ialah alergi penisilin.

Ampisilin dan amoksisilin
Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram probenesid, dan amok¬sisilin 3 gram + 1 gram probenesid. Suntikan ampisilin tidak dianjurkan. Kontraindikasinya ialah alergi penisilin.

Sefalosporin
Seftriakson (generasi ke-3): cukup efektif dengan dosis 250 mg i.m. Sefoperazon dengan dosis 0,50 sampai 1,00 g secara intramuskular. Sefiksim 400 mg merupakan obat pilihan baru dari golongan sefalosporm yang dapat diberikan secara oral. Dosis ini cukup aman dan efektif untuk mengobati gonore tanpa komplikasi di semua tempat. Obat ini dapat menutupi gejala sifilis.

Spektinomisin
Dosisnya ialah 2 gram i.m. baik untuk penderita yang alergi peni¬silin, yang mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin, dan terhadap penderita yang juga tersangka menderita sifilis karena obat ini tidak menutupi gejala sifilis. Namun obat ini relatif tidak efektif untuk infeksi gonore pada farings.

Kanamisin
Dosisnya 2 gram i.m. Kebaikan obat ini sama dengan spektino-misin. Kontraindikasinya kehamilan.

Tiamfenikol
Dosisnya 2,5-3,5 gram, secara oral. Tidak dianjurkan pemakaian pada kehamilan.

Kuinolon
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah oflok-sasin 400 mg, siprofloksasin 500 mg, secara oral. Di Asia (termasuk Indonesia) dan Amerika Utara sudah mulai dijumpai galur-galur yang menurun kepekaannya terhadap kuinolon. Kuinolon tidak boleh diberikan untuk wanita hamil atau menyusui ataupun orang yang berumur di bawah 17 tahun.

Obat dengan dosis tunggal yang tidak efektif lagi untuk peng¬obatan gonore saat ini ialah: tetrasiklin, streptomisin. dan spiramisin.
Obat-obat yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore dengan galur NGPP ialah: spektinomisin, kanamisin, sefalosporin, ofloksasin, sefiksim dan tiamfenikol. Peningkatan frekuensi timbulnya galur NGPP ini terjadi begitu cepat, dan harus kita waspadai. Karena itu pengobatan gonore dengan penisilin dan derivatnya perlu dipikirkan mengenai efektivitasnya.

Dalam penatalaksanaan infeksi gonore,perlu diperhatikan fasilitas laboratorium dalam menegakkan diagnosis, frekuensi galur NGPP, pemilihan obat dengan toksisitas dan efek samping rendah. cara pemberian mudah, harga murah, namun efektivitasnya tinggi.

Dampak Gonore Pada Kehamilan
Insiden gonore di Amerika Serikat telah menurun sebesar 70 persen sejak tahun 1981 sampai 1996. Angka untuk tahun 1998 adalah 133 kasus per 100.000 populasi (Centers for Disease Control and Pre¬vention, 2000). Angka serupa dilaporkan tahun 1999 (Vastag, 2001). Angka tertinggi pada wanita dari semua ras adalah pada kelompok usia 15 sampai 19 tahun.

Prevalensi gonore selama kehamilan bervariasi, tetapi dapat mencapai 7 persen dan mencerminkan status risiko populasi (Wendel dan Wendel, 1993). Faktor risiko antara lain adalah lajang, remaja, kemiskinan, terbukti menyalahgunakan obat, prostitusi, penyakit menular seksual lain, dan tidak adanya perawatan pranatal. Infeksi gonokokus juga merupakan penanda adanya infeksi klamidia secara bersamaan pada sekitar 40 persen wanita hamil yang terinfeksi (Christmas dkk., 1989).

Pada sebagian faesar wanita hamil, infeksi gono¬kokus terbatas di saluran genitalia bawah, termasuk serviks, uretra, serta kelenjar periuretra dan vesti-bularis. Salpingitis akut jarang terjadi, dan Yip dkk. (1993) hanya mendapatkan 15 kasus yang dilapor¬kan sejak tahun 1950. Mereka mengkaji mekanisme-mekanisme yang mungkin berperan, dan diperkirakan bahwa salpingitis terjadi apabila infeksi di serviks menjalar ke atas sebelum obliterasi rongga uterus akibat fusi korion dan desidua pada usia gestasi 12 minggu. Infeksi yang sudah ada dan mengalami reakrivasi atau persisten dapat menyebabkan abses tubo-ovarium, tetapi hal ini tampaknya jarang.

Terdapat beberapa bukti bahwa kehamilan mengubah gambaran klinis gonore. Sebagai contoh, sebagian peneliti melaporkan peningkatan angka infeksi orofaring dan anus selama kehamilan (Cam-pos-Outcalt dan Ryan, 1995). Meningkatnya infeksi nonserviks mungkin disebabkan oleh perubahan praktik hubungan kelamin karena kehamilan, kebiasaan budaya, atau keduanya. Akhirnya, wanita ha¬mil mungkin relatif lebih rentan mengalami infeksi gonokokus diseminata (Ross, 1996). Pengamatan-pengamatan ini mungkin mencerminkan meningkatnya perhatian medis selama kehamilan, meningkatnya penyebaran gonokokus dari pembuluh panggul yang mengalami pelebaran, atau perubahan status imun selama kehamilan.

Akibat semua faktor tersebut, dianjurkan melakukan penapisan untuk gonore pada kunjungan pranatal pertama atau sebelum Lnduksi abortus. Pada populasi berisiko tinggi, Centers for Disease Con¬trol and Prevention (1998b) menganjurkan perlunya dilakukan pembiakan ulang setelah 28 minggu.

Efek Pada Kehamilan.
Infeksi gonokokus dapat berefek buruk pada hasil kehamilan di semua trimester. Terdapat keterkaitan antara servisitis gonokokus yang tidak diobati dengan abortus septik spontan, atau infeksi setelah induksi abortus (Burkman dkk., 1976). Pelahiran preterm, ketuban pecah dini, korioamnionitis, dan infeksi pascapar-rum lebih sering dijumpai pada wanita dengan Neisseria gonorrhea yang terdeteksi saat pelahiran (Alger dkk., 1988). Maxwell dan Watson (1992) me-laporkan bahwa penatalaksanaan menunggu pada wanita dengan biakan positif sudah memadai bahkan pada ketuban pecah dini asalkan pasien segera mendapat terapi antimikroba.

Infeksi Gonokokus Diseminata.
Bakteremia gonokokus dapat menyebabkan petekie atau lesi pustular di kulit, artralgia, artritis septik, atau tenosinovitis. Centers for Disease Control and Prevention (1998b) menganjurkan seftriakson, 1000 mg intra-muskular atau intravena setiap 24 jam. Alternatif regimen awal adalah sefotaksim atau seftizoksim, 1000 mg intravena setiap 8 jam. Spektinomisin, 2 g setiap 12 jam, dapat digunakan pada wanita yang alergi terhadap obat-obat p-Iaktam. Semua regimen di atas harus dilanjutkan selama 24 sampai 48 jam setelah perbaikan dan kemudian terapi diubah menjadi sefiksim, 400 mg per oral dua kali sehari, selama seminggu. Siprofloksasin merupakan alternatif untuk sefiksim yang dianjurkan pada pasien tidak hamil, tetapi dikontraindikasikan bagi wariita hamil dan menyusui (Bab 38, hal. 1140).

Untuk endocarditis gonokokus, terapi harus di¬lanjutkan selama paling sedikit 4 minggu, dan untuk meningitis, 10 sampai 14 hari (Centers for Disease Con¬trol and Prevention, 1998b). Endokarditis jarang menjadi penyulit kehamilan, tetapi penyakit ini dapat fatal (Bataskov et al., 1991). Pantanowitz dkk.

Terapi Pada Neonatus
Semua bayi diberi profilaksis terhadap infeksi mata (Bab 16, hal. 434). Bayi yang lahir dari wanita terinfeksi yang belum diterapi diberi seftriakson, 25 sampai 50 mg/kg, baik secara intravena maupun intramuskular dosis tunggal. Bayi yang menderita oftalmia gonokokus harus dirawat inap dan dievaluasi untuk melihat ada tidaknya infeksi diseminata (Erdem dan Schleiss, 2000). Oftalmia gonokokus dapat diterapi dengan regimen seftriakson dosis-tunggal yang sama se-perti yang diberikan kepada bayi asimtomatik yang lahir dari ibu dengan biakan positif (Centers for Disease Control and Prevention, 1998b). Sebagian dokter anak cenderung melanjutkan antibiotik sampai biakan negatif selama 48 sampai 72 jam. Ibu dan bayinya juga harus dievaluasi untuk mencari ada tidaknya infeksi klamidia. Isolasi dianjurkan sampai pasien diterapi selama 24 jam. Preparat antibiotik topikal tidak dianjurkan. Kedua orang tua harus diterapi untuk gonore.

http://www.bangfad.com/bersama-untan-membangun-negeri.html